(FEB NEWS) Keuangan sosial Islam yang meliputi dana zakat, infak, sedekah, dan wakaf, memiliki potensi besar untuk mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan (SDG’s) di Indonesia. “Tahun 2022, dana keuangan sosial Islam di Indonesia yang berhasil dihimpun sebesar 14 triliyun rupiah, tanpa wakaf” ungkap Noven Suprayogi, SE, M.Si, Ak, Ketua LPEI FEB Unair. Potensi besar dana keuangan sosial Islam tersebut belum optimal dalam mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Oleh karena itu Seminar Zakat ini bertujuan untuk mendiskusikan model pemberdayaan dana keuangan sosial Islam untuk mendukung terwujudnya tujuan pembangunan berkelanjutan di Indonesia, serta akuntabilitas keuangan sosial Islam dalam laporan berkelanjutan (sustainability reporting).
Seminar Zakat ini merupakan kerjasama Lembaga Pengembangan Ekonomi Islam (LPEI), Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangga dengan Lembaga Amil Zakat Nasional (LAZNAS) Lembaga Manajemen Infak (LMI). Kegiatan ini merupakan kegiatan rutin tahunan LPEI FEB Unair dengan LAZNAS LMI, dan tahun ini merupakan tahun kedua kerjasama kedua pihak. Tema seminar zakat tahun ini adalah Peran Keuangan Sosial dalam mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDG’s). Seminar ini dihadiri sebanyak 350 orang yang terdiri dari mahasiswa, dosen, dan perusahaan mitra LAZNAS LMI serta para penggiat zakat dan penggiat pemberdayaan masyarakat. Seminar ini dibuka oleh Sekretaris Departemen Ekonomi Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangga, Sulistya Rusgianto, SE, MBA, Ph.D. “Permasalahan pembanguan berkelanjutan (SDG’s) sangat komplek sehingga membutuhkan kolaborasi antar pihak, mulai dari lembaga keuangan sosial Islam, perusahaan, pemerintah, bahkan media massa juga memiliki peran penting untuk mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDG’s)” ungkap Sulistya Rusgianto dalam sambutannya.
Bayu Arie Fianto, Ketua SDG’s Center, Universitas Airlangga, menyampaikan dalam pemaparan materinya bahwa capaian SDG’s di Indonesia masih belum optimal, sehingga perlu didorong lagi agar dapat terwujud tujuan SDG’s pada tahun 2030 nanti. “Keuangan sosial Islam memiliki potensi yang besar untuk mendukung terwujudnya tujuan SDG’s. Ada beberapa isu yang harus diselesaikan di keuangan sosial Islam agar dapat optimal dalam wewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan, salah satunya adalah kurangnya sinergi dan kolaborasi antar pihak sehingga sering terjadi tumpang tindih dalam pemberdayaan dana keuangan sosial Islam” ungkap Bayu Arie Fianto. Pada topik kedua, Prof. Iman Harymawan menyoroti tentang perlunya Lembaga Amil Zakat untuk membangun strategi operasional yang berwawasan pembangunan berkelanjutan. “Jangan sampai kita membuat tempat sampah pada satu tempat, tetapi membuang sampah pada tempat lain. Artinya dalam setiap aktivitas kita harus memperhatikan aspek jangka panjang. Misal, LAZ menyalurkan zakat fitrah menggunakan plastik yang dapat meningkatkan limbah plastik. Satu sisi kegiatannya baik, tetapi sisi lain memberikan dampak buruk pada aspek lingkungan”, ujar Prof. Iman Harymawan. “Kedepan, LAZ perlu membuat laporan berkelanjutan, agar dapat diukur dampak aktivitas sosial LAZ memiliki dampak atas ketercapaian tujuan pembangunan berkelanjutan” jelas Prof. Iman Harymawan lebih lanjut.
Sedangkan, Noven Suprayogi, Ketua LPEI FEB Unair menyoroti kurang berhasilnya program pemberdayaan masyarakat miskin disebabkan sebagian besar program penyaluran dana keuangan sosial bersifat konsumtif dan karikatif sehingga kurang memberikan dampak pada pengentasan kemiskinan di Indonesia. “Berdasarkan riset yang ada, model pemberdayaan dana keuangan Islam baru mencakup model untuk mencapai 11 tujuan SDG’s dari 17 tujuan SDG’s, jadi masih memiliki peluang untuk dikembangkan lebih lanjut model model pemberdayaan dana keuangan sosial Islam untuk mencapai tujuan SDG’s” ungkap Noven Suprayogi. “Banyak model pemberdayaan dana keuangan sosial Islam untuk pengentasan kemiskinan, tetapi banyak yang belum optimal. Salah satu penyebabnya adalah program pengentasan kemiskinan mayoritas dalam bentuk zakat produktif untuk usaha, sedangkan tidak semua fakir miskin tersebut memiliki skill untuk berusaha. Karena itu perlu ada program pengentasan miskin dalam bentuk peningkatan kompetensi fakir miskin untuk bekerja di perusahaan atau tempat lain” jelas lebih lanjut oleh Noven Suprayogi. Pada akhir paparannya, Noven Suprayogi, memberikan salah satu model pemberdayaan masyarakat miskin melalui peningkatan skil bekerja secara professional di perusahaan, program itu cocok untuk masyarakat miskin yang tidak memiliki motivasi dan skill dalam berwirausaha. Hanya saja model tersebut butuh kerjasama dengan perusahaan yang memiliki komitmen untuk menerima pekerja dari kelompok masyarakat miskin sekian persen.
Sebelum acara seminar zakat ini ditutup, dilakukan pemberian penghargaan kepada perusahaan mitra LAZNAS LMI yang selama ini berkontribusi pada kegiatan sosial dan pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan oleh LMI. “ Penghargaan ini diberikan kepada mitra LMI yang memiliki kontribusi besar pada beberapa bidang kegiatan sosial yang dilakukan oleh LMI untuk memotivasi perusahaan lebih berkontribusi lagi serta dapat dicontoh oleh perusahaan yang belum menjadi mitra LMI dapat segera bergabung berkolaborasi bersama LMI” ujar Agung Wicaksono, ST, Direktur Utama LAZNAS LMI. “Kami ucapak terima kasih kepada FEB Unair, khususnya LPEI FEB Unair yang telah bersedia bekerjasama dengan LMI untuk menyelenggarakan kegiatan seminar zakat ini, insyaallah akan berlanjut pada tahun berikutnya” jelas lebih lanjut Agung Wicaksono.